A. Pengertian Nilai-Nilai Budaya
Nilai-nilai budaya merupakan nilai-nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan perilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi.
Nilai-nilai budaya akan tampak pada simbol-simbol, slogan, motto, visi misi, atau sesuatu yang nampak sebagai acuan pokok motto suatu lingkungan atau organisasi.
Ada tiga hal yang terkait dengan nilai-nilai budaya ini, yaitu:
1. Simbol-simbol, slogan, atau yang lainnya yang kelihatan kasat mata (jelas)
2. Sikap, tindak laku, gerak-gerik yang muncul akibat slogan, motto tersebut
3. Kepercayaan yang tertanam (believe system) yang mengakar dan menjadi kerangka acuan dalam bertindak dan berperilaku (tidak terlihat).
B. Teori-Teori Budaya
1. Ki Hajar Dewantara
Budaya yang ada di Indonesia sangat berpengaruh pada berubahnya kondisi alam yang ada di Indonesia dan perkembangan zaman dari masa ke masa. Hal tersebut terrnyata sesuai dengan pendapat seorang pakar dari Indonesia yakni Ki Hajar Dewantara.
Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa budaya merupakan hasil perjuangan masyarakat terhadap zaman dan alam. Perjuangan ini membuktikan kejayaan dan kemakmuran hidup masyarakat dalam menghadapi kesulitan dan rintangan untuk bisa mencapai keselamatan dan kebahagiaan di hidupnya.
2. Koentjaraningrat
Koentjaraningrat menerangkan bahwa pada dasarnya banyak yang membedakan antara budaya dan kebudayaan, dimana budaya merupakan perkembangan majemuk budi daya, yang berarti daya dari budi. Pada kajian Antropologi, budaya dianggap merupakan singkatan dari kebudayaan yang tidak ada perbedaan dari definsi. Jadi kebudayaan atau disingkat budaya, menurut Koentjaraningrat merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Untuk lebih jelasnya mengenai hal di atas, Koentjaraningrat membedakan adanya tiga wujud dari kebudayaan, yaitu:
(1) Wujud kebudayaan sebagai sebuah kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai- nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya.
(2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam suatu masyrakat.
(3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
C. Akulturasi Budaya dan Contohnya
Istilah akulturasi berasal dari bahasa Latin “acculturate” yang berarti “tumbuh dan berkembang bersama”. Secara umum, pengertian akulturasi (acculturation) adalah perpaduan budaya yang kemudian menghasilkan budaya baru tanpa menghilangkan unsur-unsur asli dalam budaya tersebut. Misalnya, proses percampuran dua budaya atau lebih yang saling bertemu dan berlangsung dalam waktu yang lama sehingga bisa saling memengaruhi.
Sedangkan, menurut Koentjaraningrat, akulturasi adalah proses sosial yang terjadi bila kelompok sosial dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada kebudayaan asing yang berbeda. Syarat terjadinya proses akulturasi adalah adanya persenyawaan (affinity) yaitu penerimaan kebudayaan tanpa rasa terkejut, kemudian adanya keseragaman (homogenity) seperti nilai baru yang tercerna akibat keserupaan tingkat dan corak budayanya.
Akulturasi bisa terjadi melalui kontak budaya yang bentuknya bermacam-macam, antara lain sebagai berikut:
• Kontak sosial pada seluruh lapisan masyarakat, sebagian masyarakat, atau bahkan antar individu dalam dua masyarakat.
• Kontak budaya dalam situasi bersahabat atau situasi bermusuhan.
• Kontak budaya antara kelompok yang menguasai dan dikuasai dalam seluruh unsur budaya, baik dalam ekonomi, bahasa, teknologi, kemasyarakatan, agama, kesenian, maupun ilmu pengetahuan.
• Kontak budaya antara masyarakat yang jumlah warganya banyak atau sedikit.
• Kontak budaya baik antara sistem budaya, sistem sosial, maupun unsur budaya fisik.
Hasil akulturasi budaya ditentukan oleh kekuatan dari setiap budaya. Semakin kuat suatu budaya maka akan semakin cepat penyebarannya. Adanya berbagai suku bangsa yang terdapat di Indonesia, secara alami akan terjadi pertemuan dua budaya atau lebih. Dalam proses akulturasi, semua perbedaan yang ada akan berjalan beriringan dengan semua unsur persamaan yang mereka miliki sampai pada akhirnya budaya yang memiliki pengaruh lebih kuat akan berperan besar dalam proses akulturasi.
Contoh wujud budaya yang sudah mengalami proses akulturasi (Islam dan Hindu-Budha di Indonesia) yaitu:
Seni Bangunan
Wujud akulturasi dalam seni bangunan dapat terlihat pada bangunan masjid, makam, istana. Masjid Menara Kudus atau disebut juga dengan masjid Al-Aqsa dan Al-Manar, merupakan sebuah bukti akulturasi budaya yang dibangun oleh Sunan Kudus pada tahun 956 Hijriah atau 1549 Masehi. Seni rupa Tradisi Islam tidak menggambarkan bentuk manusia atau hewan. Seni ukir relief yang menghias Masjid, makam Islam berupa suluran tumbuh-tumbuhan namun terjadi pula Sinkretisme (hasil perpaduan dua aliran seni logam), agar didapat keserasian.
Aksara dan Seni Sastra
Tersebarnya agama Islam di Indonesia maka berpengaruh terhadap bidang aksara atau tulisan, yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan Arab, bahkan berkembang tulisan Arab Melayu atau biasanya dikenal dengan istilah Arab gundul yaitu tulisan Arab yang dipakai untuk menuliskan bahasa Melayu tetapi tidak menggunakan tanda-tanda a, i, u seperti halnya tulisan Arab. Di samping itu juga, huruf Arab berkembang menjadi seni kaligrafi yang banyak digunakan sebagai motif hiasan ataupun ukiran dan gambar wayang.
Bentuk seni sastra:
-Hikayat yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal dari peristiwa atau tokoh sejarah. Contoh hikayat yang terkenal yaitu Hikayat 1001 Malam, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Pandawa Lima (Hindu), Hikayat Sri Rama (Hindu).
-Babad adalah kisah rekaan pujangga keraton dan sering dianggap sebagai peristiwa sejarah contohnya Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), Babad Cirebon.
-Suluk adalah kitab yang membentangkan soal-soal tasawwuf contohnya Suluk Sukarsa, Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang dan lain sebagainya.
-Primbon adalah hasil sastra yang sangat dekat dengan Suluk karena berbentuk kitab yang berisi ramalan-ramalan, keajaiban dan penentuan hari baik/buruk.
Bentuk seni sastra di atas, banyak berkembang di Melayu dan Pulau Jawa.
Sistem Pemerintahan
Dalam pemerintahan, sebelum masuknya Islam ke Indonesia, sudah berkembang pemerintahan yang bercorak Hindu-Budha. Tapi setelah Islam masuk, banyak kerajaan yang bercorak Hindu-Budha mengalami keruntuhan dan digantikan peranannya oleh kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam seperti Samudra Pasai, Malaka, Demak dan lain sebagainya. Sistem pemerintahan yang bercorak Islam, rajanya bergelar Sultan atau Sunan seperti halnya para wali dan apabila rajanya meninggal tidak lagi dimakamkan dicandi/dicandikan tetapi dimakamkan secara Islam.
Sistem Kalender
Sebelum budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah mengenal kalender, yaitu kalender Saka (kalender Hindu) yang dimulai tahun 78M. Dimana dalam kalender Saka terdapat nama-nama pasaran hari seperti legi, pahing, pon, wage dan kliwon. Setelah berkembangnya Islam di Indonesia, sultan agung dari Mataram membuat kalender Jawa, menggunakan perhitungan peredaran bulan (komariah) seperti tahun Hijriah (Islam). Pada kalender Jawa, sultan agung melakukan perubahan pada nama-nama bulan seperti Muharram diganti dengan Syuro, Ramadhan diganti dengan Pasa. Sedangkan nama-nama hari tetap menggunakan hari-hari sesuai dengan bahasa Arab. Tapi masih tetap menyertakan hari pasaran pada kalender saka. Kalender sultan agung ini dimulai pada tanggal 1 Syuro 1555 Jawa, atau tepatnya 1 Muharram 1053 H yang bertepatan tanggal 8 Agustus 1633 M.
Nilai-nilai budaya merupakan nilai-nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan perilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi.
Nilai-nilai budaya akan tampak pada simbol-simbol, slogan, motto, visi misi, atau sesuatu yang nampak sebagai acuan pokok motto suatu lingkungan atau organisasi.
Ada tiga hal yang terkait dengan nilai-nilai budaya ini, yaitu:
1. Simbol-simbol, slogan, atau yang lainnya yang kelihatan kasat mata (jelas)
2. Sikap, tindak laku, gerak-gerik yang muncul akibat slogan, motto tersebut
3. Kepercayaan yang tertanam (believe system) yang mengakar dan menjadi kerangka acuan dalam bertindak dan berperilaku (tidak terlihat).
B. Teori-Teori Budaya
1. Ki Hajar Dewantara
Budaya yang ada di Indonesia sangat berpengaruh pada berubahnya kondisi alam yang ada di Indonesia dan perkembangan zaman dari masa ke masa. Hal tersebut terrnyata sesuai dengan pendapat seorang pakar dari Indonesia yakni Ki Hajar Dewantara.
Ki Hajar Dewantara menjelaskan bahwa budaya merupakan hasil perjuangan masyarakat terhadap zaman dan alam. Perjuangan ini membuktikan kejayaan dan kemakmuran hidup masyarakat dalam menghadapi kesulitan dan rintangan untuk bisa mencapai keselamatan dan kebahagiaan di hidupnya.
2. Koentjaraningrat
Koentjaraningrat menerangkan bahwa pada dasarnya banyak yang membedakan antara budaya dan kebudayaan, dimana budaya merupakan perkembangan majemuk budi daya, yang berarti daya dari budi. Pada kajian Antropologi, budaya dianggap merupakan singkatan dari kebudayaan yang tidak ada perbedaan dari definsi. Jadi kebudayaan atau disingkat budaya, menurut Koentjaraningrat merupakan keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Untuk lebih jelasnya mengenai hal di atas, Koentjaraningrat membedakan adanya tiga wujud dari kebudayaan, yaitu:
(1) Wujud kebudayaan sebagai sebuah kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai- nilai, norma-norma, peraturan, dan sebagainya.
(2) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari manusia dalam suatu masyrakat.
(3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.
C. Akulturasi Budaya dan Contohnya
Istilah akulturasi berasal dari bahasa Latin “acculturate” yang berarti “tumbuh dan berkembang bersama”. Secara umum, pengertian akulturasi (acculturation) adalah perpaduan budaya yang kemudian menghasilkan budaya baru tanpa menghilangkan unsur-unsur asli dalam budaya tersebut. Misalnya, proses percampuran dua budaya atau lebih yang saling bertemu dan berlangsung dalam waktu yang lama sehingga bisa saling memengaruhi.
Sedangkan, menurut Koentjaraningrat, akulturasi adalah proses sosial yang terjadi bila kelompok sosial dengan kebudayaan tertentu dihadapkan pada kebudayaan asing yang berbeda. Syarat terjadinya proses akulturasi adalah adanya persenyawaan (affinity) yaitu penerimaan kebudayaan tanpa rasa terkejut, kemudian adanya keseragaman (homogenity) seperti nilai baru yang tercerna akibat keserupaan tingkat dan corak budayanya.
Akulturasi bisa terjadi melalui kontak budaya yang bentuknya bermacam-macam, antara lain sebagai berikut:
• Kontak sosial pada seluruh lapisan masyarakat, sebagian masyarakat, atau bahkan antar individu dalam dua masyarakat.
• Kontak budaya dalam situasi bersahabat atau situasi bermusuhan.
• Kontak budaya antara kelompok yang menguasai dan dikuasai dalam seluruh unsur budaya, baik dalam ekonomi, bahasa, teknologi, kemasyarakatan, agama, kesenian, maupun ilmu pengetahuan.
• Kontak budaya antara masyarakat yang jumlah warganya banyak atau sedikit.
• Kontak budaya baik antara sistem budaya, sistem sosial, maupun unsur budaya fisik.
Hasil akulturasi budaya ditentukan oleh kekuatan dari setiap budaya. Semakin kuat suatu budaya maka akan semakin cepat penyebarannya. Adanya berbagai suku bangsa yang terdapat di Indonesia, secara alami akan terjadi pertemuan dua budaya atau lebih. Dalam proses akulturasi, semua perbedaan yang ada akan berjalan beriringan dengan semua unsur persamaan yang mereka miliki sampai pada akhirnya budaya yang memiliki pengaruh lebih kuat akan berperan besar dalam proses akulturasi.
Contoh wujud budaya yang sudah mengalami proses akulturasi (Islam dan Hindu-Budha di Indonesia) yaitu:
Seni Bangunan
Wujud akulturasi dalam seni bangunan dapat terlihat pada bangunan masjid, makam, istana. Masjid Menara Kudus atau disebut juga dengan masjid Al-Aqsa dan Al-Manar, merupakan sebuah bukti akulturasi budaya yang dibangun oleh Sunan Kudus pada tahun 956 Hijriah atau 1549 Masehi. Seni rupa Tradisi Islam tidak menggambarkan bentuk manusia atau hewan. Seni ukir relief yang menghias Masjid, makam Islam berupa suluran tumbuh-tumbuhan namun terjadi pula Sinkretisme (hasil perpaduan dua aliran seni logam), agar didapat keserasian.
Aksara dan Seni Sastra
Tersebarnya agama Islam di Indonesia maka berpengaruh terhadap bidang aksara atau tulisan, yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan Arab, bahkan berkembang tulisan Arab Melayu atau biasanya dikenal dengan istilah Arab gundul yaitu tulisan Arab yang dipakai untuk menuliskan bahasa Melayu tetapi tidak menggunakan tanda-tanda a, i, u seperti halnya tulisan Arab. Di samping itu juga, huruf Arab berkembang menjadi seni kaligrafi yang banyak digunakan sebagai motif hiasan ataupun ukiran dan gambar wayang.
Bentuk seni sastra:
-Hikayat yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal dari peristiwa atau tokoh sejarah. Contoh hikayat yang terkenal yaitu Hikayat 1001 Malam, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Pandawa Lima (Hindu), Hikayat Sri Rama (Hindu).
-Babad adalah kisah rekaan pujangga keraton dan sering dianggap sebagai peristiwa sejarah contohnya Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), Babad Cirebon.
-Suluk adalah kitab yang membentangkan soal-soal tasawwuf contohnya Suluk Sukarsa, Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang dan lain sebagainya.
-Primbon adalah hasil sastra yang sangat dekat dengan Suluk karena berbentuk kitab yang berisi ramalan-ramalan, keajaiban dan penentuan hari baik/buruk.
Bentuk seni sastra di atas, banyak berkembang di Melayu dan Pulau Jawa.
Sistem Pemerintahan
Dalam pemerintahan, sebelum masuknya Islam ke Indonesia, sudah berkembang pemerintahan yang bercorak Hindu-Budha. Tapi setelah Islam masuk, banyak kerajaan yang bercorak Hindu-Budha mengalami keruntuhan dan digantikan peranannya oleh kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam seperti Samudra Pasai, Malaka, Demak dan lain sebagainya. Sistem pemerintahan yang bercorak Islam, rajanya bergelar Sultan atau Sunan seperti halnya para wali dan apabila rajanya meninggal tidak lagi dimakamkan dicandi/dicandikan tetapi dimakamkan secara Islam.
Sistem Kalender
Sebelum budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah mengenal kalender, yaitu kalender Saka (kalender Hindu) yang dimulai tahun 78M. Dimana dalam kalender Saka terdapat nama-nama pasaran hari seperti legi, pahing, pon, wage dan kliwon. Setelah berkembangnya Islam di Indonesia, sultan agung dari Mataram membuat kalender Jawa, menggunakan perhitungan peredaran bulan (komariah) seperti tahun Hijriah (Islam). Pada kalender Jawa, sultan agung melakukan perubahan pada nama-nama bulan seperti Muharram diganti dengan Syuro, Ramadhan diganti dengan Pasa. Sedangkan nama-nama hari tetap menggunakan hari-hari sesuai dengan bahasa Arab. Tapi masih tetap menyertakan hari pasaran pada kalender saka. Kalender sultan agung ini dimulai pada tanggal 1 Syuro 1555 Jawa, atau tepatnya 1 Muharram 1053 H yang bertepatan tanggal 8 Agustus 1633 M.
No comments:
Post a Comment